Sinopsis
Menyamar dan melakukan perbuatan ilegal bukanlah
keahliannya, namun untuk sebuah tujuan akan Hinata lakukan.
Menjadi gadis pendiam di Sekolah dan menjadi gadis liar di
luar sekolah juga bukan keinginannya, Hinata melakukannya bukan tanpa suatu kebetulan,
kondisilah yang membuatnya seperti itu.
Ini kisah Hinata dan seorang pemuda bernama Naruto, yang
dulu sempat menjadi pujaannya, atau mungkin sampai sekarang masih menjadi
pujaannya.
.
.
.
Bab 1
Distrik Chiyoda (suara mesin ketik berbunyi)
Kota lenggang dan sepi, Angin
kencang membuat daun pohon mapple berguguran tak tentu arah. Sore hari seperti
ni, kota ini kosong tanpa seorang pun yang berniat ke luar rumah. Di sebuah
gang sempit dan buntu terlihat dua orang laki-laki yang kelihatannya hampir berumur
30 tahun, bertukar sesuatu di balik jaket hitam milik mereka. Mereka bertukar
barang tanpa tahu ada seorang gadis berambut panjang hitam kelam sedang
memperhatikan apa yang mereka lakukan dari ujung jalan gang tersebut.
Hinata, panggilan gadis itu, yang
menyaksikan pemandangan yang seharusnya tidak biasa baginya hanya menghela
nafas panjang lalu berjalan pergi. Ia masih mengenakan pakaian seragam
sekolahnya, dengan rok pendek dan kaos kaki panjang yang ia kenakan, nampak tak
peduli dengan keadaan sekitarnya. Bagi Hinata, objek yang tadi ia lihat adalah
sesuatu yang biasa, dua orang yang tadi bertukar sesuatu yang tak ia ketahui
atau mungkin ia ketahui seperti bertukar barang laknat yang membuat
ketergantungan itu.
Hinata telah sampai di rumah,
membuka pagar rumahnya yang terbuat dari kayu dan duduk di teras rumah sambil
melepas sepatunya dan bergegas membuka pintu rumahnya, Hinata dikagetkan dengan
seorang gadis kecil berambut coklat panjang yang berdiri sambil menyilangan
kedua tangannya di dada.
“Tadaima,” ucap Hinata pelan
namun cukup terdengar.
“Sudah pulang kak?” gadis itu
bertanya tanpa ada niatan menjawab salam yang Hinata ucapkan terlebih dahulu.
Hinata hanya menghela nafas, lalu
mengangguk. Hal seperti menjawab salam, tidak akan ia perdebatkan panjang
lebar. Gadis itu, adiknya yang bernama Hanabi hanya akan melakukan hal seperti
itu kepada seseorang yang dekat dengannya, tapi tidak akan berani melakukannya
pada orang tua mereka.
Hinata melihat ke arah jam
dinding yang terpasang, ia pulang telat dan Hanabi tidak menanyakan apapun
mengenai keterlambatannya. Gadis itu hanya berlalu pergi ke arah dapur. Hinata
ingat, ini sudah waktunya makan malam dan ia belum menyiapkannya.
“Hanabi,”
“ya?” Hanabi berbalik sebelum
masuk ke arah dapur.
“Bisa kau siapkan bahan
makanannya terlebih dahulu, Setelah mandi, Kakak akan membuatnya. Jangan lupa
untuk memotongnya menjadi persegi atau persegi panjang. Ingat, persegi, bukannya bintang tak
beraturan. ”
Hanabi mengangguk sambil
cemberut. Hinata hanya menahan tawa, ia ingat saat Hanabi yang disuruhnya
memotong wortel dan kentang, malah memotongnya tak beraturan dan acak-acakan
yang membuat nafsu makan mereka menghilang. Hanabi bukannya tidak sama sekali
ahli di dapur, ia hanya perlu belajar lebih giat lagi. Ya, semenjak ibu mereka
dipanggil Tuhan, Hinatalah yang mengurus segala kebutuhan rumah tangga.
.
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar