For You
Disclaimer
: Naruto ©
Masashi Kishimoto
.
.
Enjot it^^
.
.
Menurutmu, apa yang harus
kau lakukan untuk seseorang yang selalu ada untukmu?
Yang selalu mendukungmu,
walau dari jauh.
.
.
.
Angin berhembus pelan, menghantar hawa dingin bagi orang-orang
yang berlalu lalang. Tidak banyak orang yang berjalan di sekitar desa, karena
butiran kecil dingin berwarna putih mulai turun secara perlahan.
Tap. Tap. Tap. Terlihat seorang gadis berambut indigo panjang
melangkahkan kakinya pelan.
Hinata Hyuuga, nama gadis itu, mengeratkan jaket musim
dinginnya, seolah dengan begitu ia akan mendapatkan lebih banyak rasa hangat.
Malam ini ia baru pulang setelah menyelesaikan misi, tadinya Hinata bersama
Shino dan Kiba, sahabatnya, tapi mereka berpisah di pertigaan jalan setelah
menyampaikan laporan akan misi yang mereka selesaikan pada Hokage.
.
.
.
Hinata melangkahkan kakinya lagi, sebentar lagi ia
akan sampai di depan rumahnya. Sebelum akhirnya ia berhenti setelah berpapasan
dengan seorang wanita berambut pirang berkuncir dua. Rasanya tak asing. Wanita
itu mengenakan dress panjang dengan mantel sebagai pelindung tubuhnya dari hawa
dingin.
“Uhuk.Uhuk.” Menghentikan jalannya, Hinata menoleh ke
arah belakangnya, dimana terlihat wanita berambut pirang itu terbatuk sambil
memegangi perutnya yang membesar. Wanita itu tengah hamil tua.
Hinata yang tidak tega, menghampirinya. “Anda tidak
apa-apa Nyonya?”
Wanita itu tersenyum menampakkan giginya yang putih
bersih, kemudian berkata, “Tidak apa-apa. Anda baik sekali mau mengkhawatirkan
saya.”
Hinata tersenyum malu, terlihat dari pipinya yang
memerah. Atau mungkin juga pengaruh udara dingin. Hinata menghela nafas, kemudian
merasa kesal dengan pemikirannya sendiri, siapa sih yang tega membiarkan wanita
yang tengah hamil berkeliaran sendiri di jalan, apalagi ini musim dingin.
Dengan nalurinya, Hinata menawarkan bantuan. “Apakah
Nyonya mau saya antarkan pulang?”
“Oh tidak usah, rumah saya dekat sini. Tapi dapatkah Nona
membantu saya?”
Hinata tanpa pikir panjang langsung menganggukkan
kepalanya dan berkata, “Ya, apa itu?”
“Dapatkah Nona menutup mata?” pinta wanita itu.
“Eh? Mengapa saya harus menutup mata?” Hinata
terkejut, bola mata indahnya terlihat membesar sebentar. Perasaannya mulai
tidak enak.
“Em.. saya tidak tahu, tapi sepertinya ini keinginan
sang bayi.” Wanita itu menunduk sedikit, mengedarkan matanya menuju perutnya
kemudian tangan kanannya mengelus perutnya perlahan.
Walaupun merasa permintaan wanita tua itu aneh, tapi
Hinata menyetujuinya dengan menutup matanya. Tanpa Hinata sadari, wanita di
depannya menyeringai.
.
.
.
Terlihat dari kejauhan, seorang pemuda berambut hitam dan
seorang gadis di ujung jalan.
“Hahahaha.” Seorang gadis berambut pink memegangi
perutnya, tangan satunya ia gunakan untuk menutup mulutnya agar menahan
tawanya. “Lihatlah penampilannya itu.”
Teman laki-laki di sampingnya hanya menggelengkan
kepala sambil menggumamkan nama sang gadis, heran melihat tingkah laku teman
satu timnya.
“Sakura-chan.”
“Hmm.” Sakura mejawab dengan masih memegangi perutnya yang sedikit kaku,
kebanyakan tawa.
“Apa kau jadi gila gara-gara ditolak Sasuke?”
“A-apa?”
Pletak!
“Aduh.”
Sepertinya sang pemuda berambut hitam, berwajah putih
pucat itu harus benar-benar menjaga mulut manisnya.
.
.
.
Lama menutup mata, Hinata memutuskan untuk membuka
mata saat dirasa ada sesuatu yang berhembus di depannya.
Wussh.
“Beginikan lebih baik.” Naruto merubah wujudnya
kembali dari wanita hamil menjadi dirinya yang seperti biasa.
Ketika Hinata membuka mata, yang ia dapatkan adalah
senyuman lima jari dari seorang pemuda berambut pirang, bermata biru yang ada
di depannya. Hinata hampir saja lupa bernafas saat pemuda di depannya
mendekatkan wajahnya.
“Hinata.” Naruto menggumamkan nama sang gadis dengan
lembut.
Lalu berbisik pelan namun tegas. “Selamat Ulang
tahun.”
Hinata mengerjapkan matanya perlahan, , ketika dirinya
sadar akan apa yang terjadi, memiringkan kepalanya, Hinata berucap, “Arigatou,
Naruto-kun.” Hinata berucap sambil tersenyum manis.
Hinata hanya tidak menyangka, ia pikir hari ini hanya
akan terlewati begitu saja. Seperti hari biasa dalam kehidupannya.
Hinata juga baru sadar akan sekelilingnya. Banyak
anak-anak mengelilinginya dan Naruto, membentuk sebuah lingkaran dengan mereka
yang membawa lampion berwarna warni, berbentuk persegi panjang, yang setiap
lampion itu tertulis satu huruf, yang jika diurutkan dan dibaca maka akan
tertulis namanya.
Naruto yang masih setia dengan senyum lebarnya,
kemudian memandang Hinata, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan oleh
gadis itu. Lalu dengan tiba-tiba dirinya mengangkat tangan kanannya ke atas, jari-jarinya membentuk angka tiga,
dua, satu , seperti memberi aba-aba atau perintah. Kemudian anak-anak mulai
bernyanyi. Menyanyikan lagu untuknya. Lebih tepatnya, untuk Hinata-nya.
Hinata, jangan ditanya, matanya berkaca-kaca. Baginya,
ia seperti bermimpi. Entah kenapa, sejak Naruto lebih dekat dengannya, ia
merasa tidak butuh apa-apa lagi. Hanya pemuda itu, hanya dengan melihat Naruto
tersenyum padanya setiap hari, ia sudah merasa bahagia.
.
.
.
Masih di ujung jalan.
Sakura menggelengkan kepalanya.
Melihat tingkah aneh temannya, Sai bertanya, “Kau
kenapa Sakura? Lehermu kaku?”
“Tidak, hanya saja aku tidak percaya Si Bodoh itu bisa
seromantis itu.”
Sai memasang mode berfikir, sebelah tangannya ia taruh
dibawah dagu. Pemuda berambut hitam itu kemudian berkata, “Em, aku tahu, kau
ingin Sasuke melakukannya padamu? Sepertinya keinginanmu tidak akan terkabul.”
Duk!
Kali ini lebih keras, untuk kedua kalinya, kepala Sai
jadi sasaran kekesalannya, tapi Sakura tidak peduli.
“Dasar Mayat.” Mengumpat pelan, Sakura mulai berjalan,
meninggalkan Sai sendirian.
Masih mengusap kepalanya yang terasa sakit, Sai
berkata, ”Sakura, tunggu.”
Sai sepertinya belum tahu, kalau nama Sasuke atau
sesuatu yang berhubungan dengannya adalah hal sensitif bagi gadis berambut pink
itu.
Tanpa mereka ketahui, seorang pemuda yang duduk di
atap rumah penduduk memandang mereka. Melihat sahabat berambut kuningnya dan menatap punggung sang gadis berambut pink
yang mulai menjauh dengan senyum tipisnya.
.
.
.
Di depan sebuah rumah, terlihat seorang pemuda
berambut pirang dan gadis berambut panjang berwarna hitam kebiruan sedang
berdiri di depan pintu rumah sang gadis. Lagipula hari semakin malam.
Naruto bertanya dengan pelan, “Hinata, apa kau suka?”
Hinata menganggukkan kepalanya sambil berkata, “Uhm.”
“Darimana Naruto-kun tahu kalau hari ini ulang
tahunku?”
“Ah, itu—“ Naruto tidak mungkin memberi tahu kalau ia
memaksa Hokagenya aka Kakashi untuk memberi tahu tanggal lahir Hinata. Ia
bahkan masih ingat bagaimana gurunya yang sudah menjabat Hokage itu ia bujuk
dengan susah payah.
Mencoba mengalihkan perhatian, Naruto berkata, “—Kakashi-sensei
pasti sengaja memberimu misi.“
“Kenapa memangnya?” ujar Hinata
Naruto berseru dengan kesal, “Mana mungkin dia tidak
tahu kalau hari ini hari uang tahunmu.”
Hinata menggeleng pelan, mengakibatkan helain
rambutnya ikut berayun, “Tidak apa, Naruto-kun. Aku sudah biasa. Lagipula hari
ini aku senang sekali.”
“Dan itu semua berkat Naruto-kun.” Lanjut Hinata
dengan pipi yang memerah.
Cup!
Hinata langsung mencium pipi Naruto.
“Aku masuk dulu. Sudah malam.”
“Hmm, istirahatlah.”
Naruto mengerjapkan mata pelan, kemudian memegang
pipinya. Tanpa ia sadari wajahnya
memerah. Naruto memegang dadanya dengan sebelah tangannya, merasakan jantungnya
berdegub kencang. Aneh, selalu seperti ini saat Hinata yang melakukannya atau
mungkin karena dirinya terlampau bahagia. Kecupan itu walau hanya sebentar tapi
tak masalah bagi Naruto. Setidaknya, Hinata menghargai apapun yang ia berikan. Lagipula daripada tidak mendapat apa-apa
karena ini sudah malam. Tapi lain kali, ia ingin meminta lebih dari sekedar ciuman di
pipi.
Naruto berlalu dari rumah Hinata. Tanpa
tahu ada seorang pria paruh baya berambut panjang yang membuka pintu rumah itu
untuk melihat siapa yang datang ke rumahnya di malam dingin seperti ini. Sorot
mata pria itu menajam, seiring semakin jauhnya langkah Naruto.
.
.
.
Ketika hampir sampai di apartemennya,Naruto merasa ada yang
menarik-narik ujung jaketnya, menengokkan kepalanya Naruto menemukan seorang
anak laki-laki. Anak itu mengulurkan tangan dan berkata, “Kak Naruto, mana
imbalannya.”
“Besok saja, ini sudah malam. Lagipula kenapa kalian
belum pulang?” Naruto bertanya ketika melihat anak-anak lain di ujung jalan.
Tanpa menjawab pertanyaan Naruto sebelumnya, anak itu
berujar, “ Janji ya besok, jangan bohong.”
“Tidak akan.” Naruto berkata sambil menggeleng dan
tersenyum tipis.
Naruto mengulurkan telapak tangannya, “Sini, biar aku
antar kamu dan teman-temanmu pulang.” Anak itu mengangguk senang.
Naruto menarik nafas pelan, sepertinya isi dompetnya
akan habis besok pagi. Padahal ia belum membelikan kado apapun untuk Hinata.
Lah kalau yang tadi bukan kado, lalu apa?
.
.
.
Untukmu, yang setia
menanti.
Yang selalu berada di
sisiku tanpa ku sadari.
.
.
END
AN: Ini fic yang ketiga, memang dikit ceritanya. Hope
you enjoy. This fic dedicated for Hinata Hime Birthday. Oh ya, bagi yang masih
ingat, kalau saya pernah menulis fanfic berjudul Everyhing Has Changed fic
itu saya sengaja hapus karena kena wb (ide buntu), mungkin akan saya rombak di
lain waktu, mungkin juga akan saya post di web tetangga. Terima kasih yang telah
menyempatkan diri membaca ^^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar