Seorang pemuda berumur sekitar
belasan tahun terlihat berdiri di depan gerbang belakang sekolah dengan motor
yang sedang ia duduki namun telah dimatikan mesinnya. Gerbang berwarna biru di
depannya telah tertutup sempurna. Pemuda itu melihat ke arah jam yang terpasang
dipergelangan tangannya yang menunjukkan angka tujuh lebih lima belas menit.
Pemuda itu menghela napas dalam-dalam. Apa boleh buat, pikirnya. Mungkin hari
ini ia dapat membolos. Lagipula, membolos ataupun mengikuti pelajaran adalah
hal yang sama baginya. Hal yang sama, karena sekalipun ia mengikuti pelajaran,
ia tak benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan guru di kelasnya.
Terdengar suara-suara dari dalam gerbang, pemuda itu
baru ingat kalau hari ini hari senin, upacara sedang dilaksanakan. Mungkin itu
juga peenyebab mengapa gerbang sekolah ditutup lebih cepat. Pemuda itu
menggaruk belakang kepalanya, ia terlambat karena semalam keasyikan menonton
bola sampai tengah malam, sebagai hasilnya ia bangun kesiangan hari ini. Pemuda
itu memutuskan untuk pergi dari situ, baru saja ia membelokkan motornya, suara
gerbang yang digeser mengalihkan perhatiannya. Ada seseorang yang melongokkan
kepalanya dari dalam gerbang dan pemuda itu kenal baik dengannya.
“Eh, mau kemana kamu? Sini kamu.”
Seorang pria paruh baya berbicara pada pemuda itu dengan mata melotot galak.
“Saya pak?” Ren menunjuk dirinya
sendiri dengan ragu. Ia melihat ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada
seorangpun di sekitarnya.
“Bawa masuk motormu, matikan
mesinnya. Terus gabung sama teman-temanmu disana.” Pria paruh baya berkumis
tebal itu memberi perintah.
Ren mengangguk, ia menuntun
motornya ke arah parkiran. Setelah itu berjalan ke arah lapangan, dimana semua
murid dan guru berkumpul. Tas selempang yang dikenakannya ia taruh di luar
lapangan. Lapangan yang digunakan untuk upacara mereka adalah lapangan basket
dengan pagar kawat di sekitarnya. Baru saja Ren ingin bergabung dengan teman sekelasnya.
Pak Bambang dengan mata galaknya menunjuk ke arah para gerombolan yang berjejer
rapi di depan. Ren, tahu itu, gerombolan para anak nakal seperti dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar