Jatuh
cinta itu indah. Indah bagi sebagian orang yang cintanya terbalaskan. Yang
sama-sama katanya mempunyai rasa yang sama, walaupun entah rasa itu akan
bertahan untuk berapa lama. Tak ada yang tahu. Namun bagi sebagian orang
sebaliknya, jatuh cinta itu menyakitkan. Itu hanyalah pendapat dari sekian banyak orang yang sedang jatuh
cinta, sempat, atau pernah mengalaminya.
Sebenarnya,
cinta itu apa? Bukankah cinta itu aneh?
Seperti sebuah misteri yang sulit terpecahkan? Dia datang dan pergi tanpa
mengenal waktu. Tanpa tahu tempat. Dia seolah berada di sekitar kita namun
nyatanya tak begitu dekat. Seperti mempunyai sekat, seseorang harus menembus
dinding itu untuk menemukan cintanya, untuk mengetuk pintu Sang Pemilik hati.
Kita
semua tahu, hidup di dunia ini, segalanya mempunyai batas waktu. Dalam hidup,
ada hal-hal yang pastinya ingin kau gapai. Entah itu cita atau pun cinta.
Orang-orang menginginkan keduanya berjalan seimbang. Seperti sebuah siklus
kehidupan, ada fase dimana kita akhirnya harus, akan, atau ingin memiliki
seorang pasangan. Tentunya kita menginginkan yang terbaik untuk hidup kita.
Namun hidup tak seindah cerita novel yang kamu baca ataupun film yang kamu
tonton. Kamu tak tahu bagaimana akhir dari perjalanan cintamu.
Seperti
orang pada umumnya, aku juga pernah mengalami hal itu. Aku menyebut ini sebagai
salah satu dari sebuah perjalanan dalam hidup. Kisahku mungkin mirip atau berbeda
dengan seseorang. Disini aku sebagai pengejar tapi tak cukup mampu untuk
mengungkapkan dan berjuang. Setidaknya, aku sempat merasa bahagia walau hanya
untuk sesaat.
Ada
saat dimana kita akan jatuh hati pada seseorang. Ada saat dimana kita merasakan
indahnya dunia hanya milik seorang. Ada saat dimana kita hanya memilih
memandang satu orang di antara ribuan insan.
Dan
salahku karena pilihanku jatuh padanya.
Boleh
aku bercerita sedikit tentangnya? Atau mungkin tentangku? Tentang aku yang
diam-diam memperhatikannya. Tentang aku yang dalam diam mengaguminya. Tentang dia
yang memberiku semangat tanpa pernah dia sadari. Tentang dia yang tersenyum dan
tertawa aneh kepadaku. Tentang dia yang sering menasehatiku tanpa aku sadari.
Tentangku
yang mencintainya secara involunter.
Aku
ingat hari dimana pertama kali bertemunya. Hari dimana untuk pertama kalinya dia
tersenyum padaku. Hari dimana untuk pertama kalinya dia menyapaku dengan
hangat. Hari itu dia duduk di depanku, tersenyum lebar menatapku dengan caranya
yang dalam pandanganku aneh.
Dia
membuatku bersyukur hari itu. Membuatku kembali percaya kalau aku berada di
antara orang-orang yang baik. Di tempat itu, aku dan dia berjumpa untuk pertama
kalinya. Di tempat itulah, aku dan dia tumbuh dewasa bersama ilmu. Sekolah tahun
pertama itu menjadi saksi biksu pertemuanku dengannya untuk hari-hari
selanjutnya.
Ketika hari-hari berlalu
di makan waktu. Dia menghiasi hariku dengan candaannya yang entah bagaimana
membuatku candu. Dia tertawa dan aku hanya tersenyum kecut karena menjadi objek
candaannya. Aku sering berdebat dengannya mengenai hal-hal tidak penting. Dia
sering menyalahkanku akan hal-hal kecil yang tidak ku lakukan dan aku hanya
mendengus sebal padanya. Oleh karena itu, rasanya aku ingin dia menjauh dariku.
Aku
juga ingat, dia selalu mengomeliku mengenai tingkahku. Jangan begini, jangan
begitu, kalau jalan yang benar jangan seperti zombie begitu. Dalam hati, aku
sering mengumpat mengenai tingkahnya itu. Namun baru ku sadari, kalau itu
adalah salah satu caranya mengungkapkan perhatian.
Detik-detik berlalu. Aku lupa, setiap pertemuan pasti
ada perpisahan. Waktu itu, dia bersama teman-temannya dan kalimat terakhir yang
aku ingat tentangnya adalah ketika dia berkata untuk makan makanan yang banyak agar
dia suka. Aku hanya mengernyitkan dahi, pesannya itu ambigu karena dia
menyatakannya dari kejauhan dan disini ada banyak orang. Tapi firasatku
mengatakan kalau kalimat itu ditujukan kepadaku karena tatapan di balik manik
hitam itu tertuju padaku walau hanya sekilas.
Entah
ini sebuah keberuntungan bagiku atau bukan. Tuhan seolah mengabulkan
keinginanku. Aku dan dia, tidak lagi
berada di tempat yang sama. Aku dan dia tak lagi mempunyai waktu yang
sama. Kami menempuh jalan yang berbeda. Aku dengan jurusanku dan dia dengan
jurusannya. Tahun kedua ini ku jalani dengan sendirian tanpanya, tanpa dia yang
sering menggangguku. Namun sebagai gantinya aku menemukan sahabat.
Waktu
berlalu begitu cepat. Tak terasa aku sudah berada di tahun terakhir Sekolah
Menengah Atasku. Aku tak lagi sering melihatnya. Sudah ku bilang kalau aku dan
dia tak lagi di ruang dan waktu yang sama walaupun kami masih berada di ruang
lingkup yang sama.
Namun,
takdir lagi-lagi mempermainkanku. Saat itu, aku ingin mengembalikan novel yang
ku pinjam dari temanku. Aku tahu temanku dan dia berada dalam kelas yang sama,
namun aku mencoba memberanikan diri. Entah bagaimana, manik mataku selalu
menemukannya terlebih dahulu walaupun dia berada di antara banyak orang. Aku
menemukannya, namun ia sedang bersama seorang gadis lain. Sudut hatiku
tercubit, entah mengapa rasanya begitu aneh melihatnya lagi setelah sekian lama
kali ini. Melihatnya dalam kondisi yang berbeda.
Hatiku
berkata untuk berhenti melihatnya dan berlari pergi. Namun nyatanya, saraf
parasimpatisku mengambil alih kendali. Dan karena itu hatiku patah. Hatiku
berkata, Lihat, dia bersama seorang gadis yang tentunya lebih cantik darimu.
Kamu bukanlah apa-apa. Atau sejak awal kamu memang bukanlah siapa-siapa
baginya.
Ku
rasa, aku tahu apa yang diinginkan hatiku selama ini walaupun dulu, aku
menyangkalnya. Mungkin, aku memang pernah menginginkan dia pergi dari hidupku,
tapi hanya untuk sementara waktu. Untuk memastikan bahwa dialah yang diinginkan
hatiku. Namun setelah waktu memisahkan sekian lama, pada akhirnya aku
terlambat. Aku menjadi teringat seutas kalimat.
Kamu
akan merasa dia berharga setelah kehilangannya.
Aku
rasa kata –kata itu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar