Rabu, 17 Oktober 2018

Everything Has Changed Chapter 1 (belum remake)


Seorang gadis berambut panjang berdiri di sebuah halte dekat sekolahnya. Mata amethystnya berkali-kali melirik handphonenya. Entah sudah ke berapa kali ia menghubungi kakak sepupunya, tapi tak ada balasan. Kakak sepupunya yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri tadi mengirimkan pesan, mengatakan akan menjemputnya. Tapi ini sudah setengah jam berlalu, kakak sepupunya itu tak kunjung datang. Gelisah menghampirinya, ini sudah hampir malam. Matahari mulai tenggelam, menyisakan warna merah bercampur jingga di langit.
Tuk.Tuk.Tuk. Mengetuk-ngetuk kaki kanannya yang diselubungi sepatu, mencoba mengalahkan detak jantungnya sendiri. Dengan tidak sabar, ia juga menggigit ibu jarinya ketika yang ditunggu tak kunjung datang. Sekarang ia cemas bukan main, pasalnya kakaknya hampir tak pernah mengingkari janji. Jika kakaknya itu tidak bisa datang maka ia akan mengatakan atau menghubunginya terlebih dahulu. Ia mengedarkan pandangannya lurus ke depan, jalanan sepi, tak biasanya.
Beberapa menit berlalu, gadis berambut panjang itu masih setia menanti. Angin bertiup, menerbangkan beberapa helai rambut hitam kebiruannya. Ia melihat ke atas, langit sekarang gelap diliputi awan, padahal tadinya masih cerah walau tak dihiasi bintang. Rintik hujan turun perlahan, membasahi jalan.  Ia teringat, bus yang lewat tadi adalah bus terakhir yang melewati jalan di sekolahnya. Perasaannya mulai tak enak. Lagi, ia melihat ke jalanan yang sepi. Ia memutuskan untuk pulang dengan jalan kaki. Berlari pelan sambil melihat sekeliling, barangkali ia dapat bertemu kakaknya di jalan.
[.]
Hosh. Hosh. Hosh.
Seorang gadis berlari kencang, tak memperdulikan seragam sekolahnya yang basah. Hujan turun dengan deras. Mungkin orang-orang akan berpikir ia bodoh, dimana ia bisa naik bus atau berteduh di depan toko. Tapi baginya itu sudah terlanjur. Jika basah, basah saja sekalian. Lagipula ia tadi berniat sekalian mencari kakaknya. Syukur-syukur ketemu. 
Melewati jalan yang biasa ia lalui untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba langkah kakinya berhenti. Telinganya mendengar suara aneh, seperti suara benda terjatuh dan teriakan seseorang. Ia merasa familiar dengan teriakan itu. Memfokuskan telinganya, ia mendengar suara-suara itu dari gang di depannya. Ada banyak gang di perumahan ini. Tapi suara itu berasal dari gang sebelah kiri di depannya.
Tap. Tap. Tap.
Pelan, pelan, pelan. Melangkahkan kakinya perlahan mungkin, ia mencoba menengokkan kepalanya. Dan yang ia lihat adalah sekumpulan pemuda yang babak belur. Satu orang yang mencoba berdiri dari tubuhnya yang telungkup, tiga orang yang masih memukuli seseorang yang sudah terbaring tidak berdaya. Dan yang paling membuat matanya terbelalak, orang yang terbaring bersimbah darah itu adalah—
“Niisan,” Teriaknya.
—kakaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terrarium